Sabtu, 16 Maret 2013

Paus Fransiskus, Harapan akan Pembaruan


Oleh: Kornelius Sipayung, Lic.S.Th.

KOMPAS.com- Kardinal Argentina Jorge Mario Borgoglio menjadi Paus baru dari Ordo Serikat Jesuit (SJ) dengan mengambil nama Fransiskus. Ini merujuk pada Fransiskus dari Assisi. Paus dengan spirit dan semangat Jesuit tetapi dalam hidupnya berjiwa Fransiskan.
Dia mengasosiasikan diri dengan Santo dari Asisi yang begitu dicintai warga Italia dan dikenal sebagai simbol perdamaian, kemiskinan, dan kesederhanaan. Santo Fransiskus (1181-1226) dilahirkan dari sebuah keluarga kaya raya tetapi meninggalkan kekayaan dan kelak mendirikan ordo biarawan bernama Fransiskan.
Santo yang hidup di abad pertengahan ini di masa hidupnya rutin mengunjungi pedesaan untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang dalam bahasa yang sangat sederhana. Dia kelak menjadi nama pelindung negara Italia, tokoh pemerhati kaum miskin, pendamba "Lady of Poverty" (hidup miskin), dan pelindung lingkungan hidup.

Kini Gereja dan dunia mendambakan seorang Paus yang dapat membawa pembaruan. Sungguh suatu karya Roh Kudus bahwa Paus Fransiskus terpilih di tengah kebutuhan pembaruan.
Dalam sejarah, ada masa di mana Gereja mengalami kemunduran dan karena itu pernah pula ada gerakan dan tuntutan pembaruan. Tidak ada pembaharuan tanpa sebab-sebab yang mendahuluinya.
Jika kita mendengar kata pembaruan atau reformasi, sering pikiran kita kembali mengingat masa reformasi protestantisme. Barangkali sedikitnya ada kaitan antara situasi Gereja zaman ini dengan situasi Gereja pada zaman sebelum munculnya gerakan reformasi protestan.
Ada empat alasan mengapa muncul reformasi protestantisme. Pertama, tumbuh kesadaran nasionalisme dari sejumlah bangsa di benua Eropa saat itu. Pemerintah lokal berkepentingan memungut pajak demi kepentingan dan tujuan kenegaraan. Kepausan dipandang sebagai kekuatan ekstra-nasional yang merintangi terbentuknya bangsa dan negara. Perpajakan digalakkan Kepausan yang berdomisili di Avignon. Ini dianggap sebagai beban yang diletakkan atas bahu negara-negara.
Kedua, ada faktor Ketidakpuasan dan kekacauan di bidang ekonomi. Pada kurun waktu reformasi masa silam itu, sistem ekonomi yang berlaku adalah kapitalisme. Teknologi baru di bidang perkapalan, pertambangan, percetakan telah mendorong pembangunan ekonomi. Namun tatanan perekonomian seperti itu menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat. Muncul banyak orang miskin yang terpinggir karena tidak sanggup bersaing dalam arus kapitalisme.

Faktor ketiga adalah kelemahan Kepausan. Suksesi dalam rangka kepausan mencapai ambang kejenuhan. Muncul pada masa ini tiga paus saat bersamaan. Misalnya ada paus tandingan. Pada masa ini para paus menaruh perhatian pada gerakan-gerakan seni yang sedang marak, sehingga tidak bersikap seimbang. Mereka sibuk mengurus barang-barang atau karya seni.
Hal yang lebih buruk lagi adalah kualitas dan moral para pemegang hirarki dalam pemerintahan Kuria Roma, seperti kehidupan mewah, nepotisme, materialisme seperti suka mengoleksi emas dan hal-hal lain berbau duniawi. Ada kelunturan ikatan moral dan melemahnya nilai-nilai keagamaan. Ada dekadensi moral yang menjadi salah satu tragedi. Pendangkalan religius terjadi di kalangan para klerus.

Keempat, keadaan Gereja Roma sangat memprihatinkan. Dosa Gereja terbesar adalah minat pada materi. Gereja menagih pajak untuk membiayai hidup para uskup. Pendidikan para imam memprihatinkan, dan penghayatan hukum selibat menjadi longgar. Praktik keagamaan terlalu menekankan penghormatan kepada orang kudus, reliqui, ziarah, dan indulgensi.
Krisis dalam Gereja Kristus pada abad XVI disebabkan oleh penyelewengan yang dilakukan oleh hierarki Gereja. Hal ini diakui oleh Paus Adrianus VI yang menyatakan bahwa krisis terutama disebabkan oleh korupsi dan kolusi yang merasuki Kuria Roma.
Protestantisme ingin menghidupkan kembali arti kekristenan yang sesungguhnya. Martin Luther menuntut suatu transformasi. Dia menolak sejumlah hal yang bagi Gereja katolik dipandang sangat hakiki seperti primat paus, yustifikasi yang dimengerti dalam artian tradisional, imamat orang beriman, kurban ekaristi.
Luther akhirnya meninggalkan Gereja dan membentuk Gereja baru. Dalam Gereja katolik sebelum Luther muncul, sebenarnya sudah ada gerakan spontan untuk mengadakan reformasi. Ada kehendak kuat yang bertujuan untuk revitalisasi keagamaan dan kelembagaan Gereja. Ini diarahkan pada pemerintahan Kuria Roma yang pernah berkutat dalam politik dengan norma-norma yang mulai diabaikan.

Reformasi dan pembaruan itu dapat dilihat dari munculnya persekutuan kaum awam yang melakukan amal kasih kepada kaum miskin. Salah satu persekutuan yang menonjol adalah persekutuan yang diprakarsai oleh Ettore Vernazza, bernama serikat Cinta Ilahi yang tersebar di Geneva, Swiss, pada Abad XV. Ada juga pembenahan hidup dari Tarekat Hidup Bakti.
Dalam kurun waktu ini kita juga akan melihat bertambahnya komunitas para biarawan dengan tujuan revitalisasi. Ini menonjol dari dua tarekat, yakni Jesuit (didirikan Ignasius Loyola) dan Fransiskan (Fransiskus Asisi).

Serikat Jesuit merupakan Ordo pertama yang tidak menggunakan pakaian khas dan tidak berdoa ibadat harian secara bersama-sama. Ini agar anggotanya dapat bergerak secara leluasa. Semboyannya adalah Ad maiorem Dei Gloriam yang artinya demi lebih besarnya Kemuliaan Allah.
Pada zaman Kontra Reformasi, para Jesuit membela iman dan umat katolik. Jesuit ikut memperbaharui semangat umat, mendidik kader awam di sekolah dan universitas yang bermutu serta mengawali zaman misi baru di seluruh dunia. Banyak Jesuit memajukan berbagai cabang ilmu pengetahuan, mengembangkan teologi, dan menjadi penasihat beberapa raja.

Konstitusi Serikat Jesuit dirancang dan disetujui di Roma oleh Paus Paulus III pada tahun 1540. Jesuit menempatkan diri mereka di bawah pengaturan Paus dan berjanji akan mematuhi Paus sepenuhnya.
Pengajaran, pengakuan dosa, kotbah, dan kerja amal adalah bidang-bidang yang dipegang ordo baru ini, termasuk misi-misi ke luar negeri seperti tahun 1541, di mana Fransiskus Xaverius dan dua temannya meninggalkan Lisbon untuk pergi dan menginjil di Timur Jauh.

Tahun 1546, karir politik Ordo Jesuit dimulai ketika Paus memilih Lainez dan Salmeron (dari Jesuit) untuk mewakilinya di Konsili Trente dengan posisi sebagai "ahli teologia Paus".
Semangat yang menyala-nyala semakin dibangkitkan seiring dengan berjalannya waktu. Selain misi-misi luar negeri, aktivitas para pastor Jesuit mulai diarahkan pada penyelamatan jiwa-jiwa, khususnya di antara orang-orang yang berkuasa.

Politik adalah bidang utama mereka. Semua usaha dari para "pengarah" ini difokuskan kepada satu tujuan, yaitu seluruh dunia agar tunduk kepada Paus. Untuk mewujudkan hal ini "para kepala" (orang-orang yang memegang kekuasaan penting) harus ditaklukkan terlebih dahulu secara iman.
Ada dua senjata penting guna merealisasikan ide tersebut. Para Jesuit harus menjadi imam penasihat bagi orang-orang penting dan penasihat pendidikan bagi anak-anak orang-orang penting tersebut. Demikianlah kiranya para Jesuit mencoba membarui Gereja dari dalam. Mereka mencoba memperbaiki pendidikan para imam, dan menjadi penasihat tokoh-tokoh masyarakat kelas atas dengan pandangan teologi.

Semangat Kemiskinan

Di samping Para Jesuit, ada Fransiskus Asisi. Fransiskus ini adalah orang kudus yang terkenal dengan kesetiaan untuk menjalani kaul dan kemiskinan.
Ia sebenarnya anak seorang kaya di kota Asisi. Ayahnya, Pietro Bernadone merupakan saudagar kaya. Masa muda Fransiskus dilaluinya dengan berfoya-foya.

Ibunya, Donna Pica, prihatin melihat sifat anaknya dan selalu berdoa agar Fransiskus dapat menjadi anak Allah yang setia. Suatu hari perang meletus. Fransiskus hendak ikut serta dalam perang. Fransiskus berniat berangkat perang ke kota Apulia untuk membuktikan kehebatannya.
Di tengah perjalanannya, Fransiskus bermimpi. Ia mendengar suara, "Fransiskus, hendak ke mana kamu?" Ia menjawab "Aku hendak ke Apulia, aku ingin menjadi ksatria."

Lalu suara lain terdengar lagi, "Fransiskus, coba jawab pertanyaanku. Siapa yang dapat berbuat jauh lebih banyak dan jauh lebih besar, Sang Tuan atau hamba?" Fransiskus tanpa ragu menjawab, "Tentu saja Sang Tuan."

"Akan tetapi ketahuilah, selama ini kau hanya mengabdi kepada 'hamba'. Bukankah yang empunya segala-galanya adalah Sang Tuan? Mengapa engkau tidak mengabdi kepada-Nya?"

Fransiskus tersentak. Hati kecilnya berbisik, itu adalah suara Tuhan. Fransiskus segera bersujud dan mengatakan, "Tuhanku! Aku tahu Engkaulah yang berbicara kepadaku. Ya Tuhan, apa kehendak-Mu terhadap diriku? Tunjukkanlah, aku akan melaksanakannya." Tuhan menjawab dalam mimpinya, "Pulanglah. Kelak kau akan Kuberitahu."

Tubuhnya bergetar mengingat mimpinya. Fransiskus pun bergegas pulang. Sejak saat itu tingkah laku Fransiskus amat berubah. Ia tidak pernah lagi hidup bermewah-mewah. Malah ia banyak sekali memberi bantuan bagi Gereja dan kaum miskin dari kekayaan orangtua.

Sang ayah amat berang melihat perilaku anaknya. Sampai akhirnya Fransiskus meninggalkan rumah ayahnya. Ia bertekad berkelana mewartakan kabar gembira. Sejak saat itu Fransiskus bersumpah menjadikan kemiskinan sebagai "mempelainya".

Harta yang dimilikinya hanya jubah kasar yang menempel di tubuhnya. Ia banyak melayani kaum papa, terutama orang-orang kusta. Karyanya kemudian diketahui banyak orang. Bahkan terdapat beberapa orang yang kemudian menjadi pengikutnya.

Fransiskus membangun diri serta rumahnya, yaitu ordonya di atas wadas yang kokoh, yaitu kerendahan hati dan kemiskinan Putra Allah yang amat besar. Maka ia menamai ordonya Ordo Saudara Hina Dina.

Pada Tahun 1205 (musim gugur) Fransiskus mendapat "perintah" di San Damiano. "Fransiskus, pergilah dan perbaikilah gerejaKu yang nyaris roboh ini," demikian suara yang dia dengar lagi pada tahun 1206 (Januari atau Februari) di sebuah gereja yang runtuh di San Damiano.

Ayahnya gelisah dan berang dengan perangai Fransiskus. Dalam sebuah peristiwa di depan Uskup setempat di Asisi, Bernardone menuntut supaya Fransiskus mengembalikan semua harta yang telah diberikannya.

Fransiskus menanggapi dengan menelanjangi diri mengembalikan semua pakaian yang melekat di badannya kepada bapanya. Uskup Assisi menutupi ransiskus dengan mantelnya.
Mulai saat itu Fransiskus dengan mengenakan pakaian pertapa sibuk merawat penderita lepra di Gubbio. Kemudian dia kembali ke Assisi dan membangun kembali Gereja San Damiano. Dia juga memperbaiki Gereja St Petrus dan Gereja Ratu Para Malaikat di Portiuncula.
Pada satu perayaan Liturgi Fransiskus mendengar Injil Mateus tentang kemiskinan yang dibacakan saat ritual di sebuah gereja. Ia mengambil petikan Injil soal kemiskinan itu sebagai pedoman hidup.
Dalam hidupnya Fransiskus lebih suka melakukan pendekatan sosial, ketimbang melakukan pertempuran doktrinal. Ini menjadi hal paling penting kelak yang dilakukan oleh gereja.
Sebagai pejuang kaum miskin dan yang paling rentan, dia membawa pesan cinta dan kasih sayang. Ini mengilhami dunia selama lebih dari 2.000 tahun, bahwa kita melihat wajah Tuhan.

Gereja kini yang bergejolak

Sebagai Paus ke-266, Paus Fransiskus mewarisi berbagai gejolak yang kini tengah mengguncang Gereja. Paus Fransiskus sendiri menyebut kata tremor (guncangan) sehari setelah ia terpilih. Ini tampaknya merujuk pada beberapa skandal. Ada sedikit retakan, ada masalah sinergi, serta menurunnya jumlah umat di beberapa bagian dunia.

Zaman yang semakin modern dan pengaruh sekularisme turut mempengaruhi gaya hidup para imam. Ada oknum gereja yang ikut arus zaman. Ada oknum gereja dan para klerus ingin mendapat kedudukan dan tempat terhormat dalam Gereja. Ini memunculkan persaingan, melahirkan sikap yang kurang rendah hati, dan kurang gigih dalam pelayanan.

Ada para imam yang lebih menaruh perhatian pada minat dari pada menjalankan kebutuhan pastoral. Ini semua jadi tantangan Gereja pada zaman ini.

Kini, muncul Paus dari keluarga Jesuit dengan semangat Fransiskan. Saya memahami bahwa Paus yang mengambil nama Fransiskus ini ingin membarui Gereja dari dua arah. Sebagai Jesuit beliau akan memperbaiki Gereja dari atas, memperbaiki kuria dengan segala kekurangannya, dan ini akan dia lakukan dengan pendekatan sosial akar rumput gaya Fransiskus.
Inilah Paus dari Ordo Jesuit dengan semangat Fransiskan.

=============
Kornelius Sipayung, Lic.S.Th, alumnus Universitas Gregoriana, Roma, Italia. Penulis adalah dosen teologi di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Santo Yohanes Pematangsiantar, serta seorang pastor dari Ordo Saudara Dina Kapusin.
Editor :
Marcus Suprihadi


Sumber: Kompas

0 komentar:

Posting Komentar